Wisata, Stigma – Jika anda terbang dengan Air Asia, jangan lupa menikmati kopi. Pesan lah kepada pramugari Kahoowa Kopi Karo, maka penerbangan anda pun akan terasa berbeda.
Ini bukan iklan. Ini fakta kalau kopi Karo sudah mendunia. Kopi Kahoowa Karo sudah resmi sebagai salah satu kopi yang dinilai terbaik dan layak disajikan dalam penerbangan sekelas Air Asia. Dan tentu saja, ini sangat membanggakan.
Selama ini yang sering kita dengar kopi Bali. Tak asing juga di telinga kopi Sidikalang. Ada juga kopi Aceh. kopi Toraja. kopi Lampung. Jadi selama ini kopi Karo itu di mana?
Sebenarnya, ketika bicara soal kualitas, kopi Karo tak kalah dengan kopi dari belahan dunia mana pun. Lokasi tumbuh tanaman kopi, yang merupakan salah satu indikator kualitas kopi, Tanah Karo sangat menjanjikan. Bayangkan saja, kopi Brazil yang terkenal seantero jagat itu tumbuh di lahan 1.600 m di atas permukaan laut (DPL). Sedangkan kopi Karo di lokasi 1.550 m DPL.
Lantas kenapa kopi Karo tak mendunia? Kenapa kopi Karo tak bisa bersanding dengan jenis kopi lain di Indonesia ?
Bagi Kristianus Ginting, pebisnis khusus kopi Karo, jawabannya cuma satu. Selama ini kopi Karo itu tidak ditangani mengikuti perkembangan jaman dan selera pasar. Banyak merk kopi Karo, tapi hampir semua diproses dengan cara tradisionil, digongseng atau digoreng. Begitu juga penanganan pasca panen, dilakukan tanpa aturan atau sembarangan sehingga kualitas kopi menurun.
“Semestinya Pemkab Karo membuka komunikasi dengan orang-orang yang bergerak di bidang kopi yang sudah mendunia. Pelaku bisnis kopi juga harus terus berinovasi serta memperluas pasar,” jelasnya.
Kristianus bicara tentu tidak sekedar teori. Ayah dua anak ini sudah membuktikannya melalui Kahoowa Kopi Karo. Bisnis kopi yang diawali dengan ketidakpastian itu kini sudah berkembang pesat. Sekitar 30 ton lebih kopi dalam bentuk cherry merah per bulan sudah mampu ditampung. Termasuk juga menjalin kerjasama dengan sekitar 100 petani kopi di Tanah Karo. Kerjasama ini penting karena menyangkut penanganan kopi pasca panen, yang sangat menentukan kualitas akhir kopi.
Awal menekuni bisnis kopi, Kristianus mengaku sempat frustasi. Ketika itu, awal 2016, tim Kahoowa Kopi Karo pertama kalinya mengikuti Cupping di Denpasar, Bali. Saat mencicipi Kahoowa Kopi Karo, pakar kopi dari Australia, William Edison, memuntahkannya. Katanya, rasa Kahoowa Kopi Karo menjijikkan.
“Usai acara William memberi masukan agar tim Kahoowa Kopi Karo belajar menangani kopi dengan baik. William juga mengatakan kalau kopi Karo dicuci dengan pestisida (rinso) usai dipetik dan proses ini membuat kopi mengeluarkan bau tak sedap. Sayangnya, proses membersihkan kopi dengan rinso ini masih berlangsung,” tuturnya.
Kepalang tanggung, Kristianus akhirnya memutuskan untuk belajar bagaimana memangani kopi dengan baik. Pria asal Berastagi ini pun berangkat ke Turki serta Brisbane, Australia. Sejumlah kota dalam negeri, seperti Toraja, Bali, NTT, Gayo pun dijelajahi. Yang dipelajari khusus Post Harvest atau penanganan pasca panen.
Menurutnya, hampir setahun waktu yang digunakan untuk belajar. Dan biayanya, tentu saja relatif mahal. “Untuk belajar di luar dan dalam negeri hampir menghabiskan dana Rp 1 miliar,” tuturnya.
Dan pengorbanan waktu serta uang ini, menurut Kristianus, akhirnya membuahkan hasil. Sepanjang 2016 sejumlah penghargaan pun diraih Kahoowa Kopi Karo. Diantaranya Juara II Rembug Kopi Nasional Smesco, mendapat nilai 86,7 pada acara Bali Cupping Club, lolos tes masuk dengan kategori terbaik sebagai minuman resmi Air Asia, menjadi minuman resmi dalam acara Late Art Competition Bogor serta mendapat nilai 87,5 (kategori spesiality) dari Puslit Koka Kementerian Pertanian RI. “Bayangkan saja, Kahoowa Kopi Karo dapat nilai 87,5. Brazil saja 90 plus,” ceritanya.
Bukan hanya itu, Kristianus juga tercatat sebagai salah seorang Q Prosessor dan Q Cupping Essential dari tiga orang yang ada di Indonesia. Saat ini secara rutin Kristianus dan timnya rutin keliling Indonesia untuk lakukan pembinaan kepada petani kopi atau siapa saja yang bergerak di bidang kopi.
Lebih jauh diuraikan, saat ini Kahoowa Kopi Karo lakukan penanganan pasca panen melalui empat macam proses. Yang pertama, Full Wash. Proses ini meliputi petik, kupas, cuci, jemur lalu kupas lagi menjadi greenbean. Ini merupakan kasta terendah. Yang kedua, Semi Wash. Prosesnya meliputi petik, kupas, fermentasi 24 jam, cuci, jemur lalu kupas menjadi greenbean. Ketiga, Honey Procces yang meliputi petik, kupas, jemur, kupas. Dilakukan tanpa proses mencuci. Yang keempat Natural Procces. Dipetik, jemur sampai kering, lalu kupas menjadi greenbean.
Saat ini, lanjutnya, Kahoowa Kopi Karo sedanga berinovasi dan membuat jenis proses baru. Namanya Marinated Procces. Proses ini diawali dengan petik, kupas, vacum dalam kantong. Dimasukkan gas Co lalu dibekukan 24 jam dalam suhu minus 7 derajat. Berikutnya dicuci lalu dijemur kering jadi greenbean.
Saat ini Kahoowa Kopi Karo sudah beredar di cafe-cafe di kota Medan, Jakarta, Denpasar. Pengiriman ke luar negeri seperti Jepang, Inggris, Malaysia dan Singapura, pun sudah rutin dilakukan. “Kopi Karo pasti bisa maju. Pasar terbuka lebar. Pemda Kabupaten Karo harus terbuka dan saya siap membagi apa yang saya ketahui kepada teman-teman pebisnis kopi di Tanah Karo,” ujarnya. (jay)