Jakarta, Stigma – Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini yang sedang berjuang melawan Pandemi Covid-19. Hal itu disampaikan Presiden KAI Erman Umar, SH melalui keterangan tertulis kepada Stigma.co.id, Senin (9/6/2020).
Dalam penyampaiannya Erman mengatakan, sesuai data saat ini masyarakat yang terkena wabah lebih dari 26.000 orang, yang sembuh 7.600an orang, dan yang meninggal 1.600an lebih termasuk para dokter dan perawat. “Bersama ini KAI mengucapkan Turut Berduka Cita yang sedalam-dalamnya atas korban yang meninggal, dan penghargaan yang tinggi atas perjuangan para dokter dan tenaga medis,” ucapnya.
“Dalam situasi dan kondisi wabah Covid-19 ini Presiden telah mengeluarkan PERPPU No. 1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan harapan PERPU tersebut adalah untuk melindungi nyawa Rakyat. Namun kenyataannya, PERPU tersebut titik konsentrasinya lebih pada penyelamatan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan (darurat ekonomi),” terangnya.
Menurutnya, yang membuat prihatin atas terbitnya PERPPU No. 1 Tahun 2020 tersebut adalah karena banyaknya pelanggaran ketentuan UUD 1945. “PERPU tersebut mencabut kekuasaan Lembaga Negara, Lembaga Kehakiman, DPR, dan BPK,” imbuhnya.
Erman menyebutkan secara rinci ketentuan pada Pasal 27 dan Pasal 28 PERPPU No.1 Tahun 2020 tersebut yang telah mengkebiri fungsi dan kewenangan Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945, yakni :
- Kekuasaan Kehakiman yang merupakan Kekuasaan yang Merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna Menegakkan Hukum dan Keadilan.
- Kewenangan DPR untuk membahas dan memberikan persetujuan terhadap Perubahan APBN.
- Kewenangan BPK untuk memeriksa Pengelolaan Keuangan Negara.
Ia menilai, dengan PERPPU tersebut Kekuasaan Presiden dan jajaran Eksekutif di bawahnya, seperti Menteri Keuangan dan Lembaga-Lembaga Keuangan contohnya Bank Indonesia, OJK, dan KKSK terlihat begitu berkuasa. “Mereka mendapat Perlindungan Hukum dan Hak Imunitas dari tuntutan Pidana, Perdata, dan TUN. PERPPU ini terlihat tidak menghormati Prinsip Indonesia sebagai Negara Hukum yang memberikan Kedudukan dan Persamaan Didepan Hukum dan PERPPU ini juga bertentangan dengan semangat Pemberantasan Korupsi,” terang Erman.
“Kita semakin menjadi prihatin karena DPR telah menyetujui PERPPU ini menjadi Undang-Undang. Dengan demikian DPR telah sepakat dan menyetujui terhadap PERPPU tersebut, yang tentunya DPR secara tidak langsung telah menyetujui terhadap isi PERPPU yang telah melanggar UUD 1945 tersebut, termasuk mengamputasi Kewenangan DPR dibidang pembahasan Perubahan Anggaran APBN,” lanjutnya.
Berkenaan dengan hal-hal yang telah dijelaskan tersebut diatas dan dalam rangka memperjuangkan Tegaknya Negara Hukum Indonesia, maka DPP KAI menyampaikan pandangan dan pemikiran sebagai berikut :
Pertama:
KAI mendukung Perjuangan Para Tokoh Nasional dan LSM yang telah mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terhadap PERPPU No. 1 Tahun 2020 dan yang akan mengajukan Judicial Review terhadap PERPPU No.1 Thun 2020 yang telah disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang.
Kedua:
Agar Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa dan mengadili Judicial Review terhadap PERPPU No. 1 Tahun 2020 yang telah disetujui DPR menjadi Undang-Undang tersebut, betul-betul menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai Penjaga dan Pengawal Konstitusi dan menghindari serta menolak segala bentuk Intervensi dari pihak manapun.
Ketiga:
Agar Para Menteri dan Instansi Pemerintah di bidang Hukum harus berani memberikan masukan kepada Presiden, setiap Presiden mengeluarkan PERPU agar Presiden terhindar dari pembuatan PERPPU yang melanggar Konstitusi.
Keempat:
Mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengajukan dan membahas Revisi beberapa Undang-Undang, yakni :
- Undang-Undang ITE. Undang-Undang ITE tersebut dalam penerapannya diduga sering terjadi diskriminasi serta menjadi sarana secara tidak langsung untuk membungkam kebebasan berpendapat Warga Indonesia.
- Undang-Undang Narkotika. Penerapan Undang-Undang Narkotika tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku dan bahkan Pelaku Tindak Pidananya semakin massif yang berakibat Rutan dan Lapas menjadi penuh sesak.
- Undang-Undang Advokat. Profesi Advokat membutuhkan Revisi Undang-Undang Advokat, mengingat Undang-Undang Advokat yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia Advokat saat ini. Komisi III DPR Periode 2009 s/d 2014 diakhir masa tugasnya sudah pernah membahas RUU Advokat sebagai Revisi Undang-Undang Advokat yang berlaku saat ini. Namun Revisi Undang-Undang Advokat tersebut tidak sempat tuntas dibahas karena infonya hanya 1 Pasal saja yang belum disepakati, yakni mengenai Dewan Advokat
Kelima:
Mendesak agar POLRI dalam menangani perkara-perkara tertentu dan bernuansa politis seperti Perkara Makar, Perkara Kerusuhan di Jakarta seperti Perkara Kerusuhan di depan BAWASLU pasca diumumkannya hasil Pilpres oleh KPU, memberikan kesempatan kepada Tersangkanya untuk dikunjungi keluarga dan Pemeriksaan BAP nya didampingi oleh Penasihat Hukum/Lawyer yang ditunjuk oleh Tersangka/keluarganya sesuai dengan ketentuan KUHAP. Hal ini diperlukan untuk menghindari kecurigaan adanya dugaan tekanan fisik maupun psikis selama Tersangka ditahan. Hal ini diperlukan untuk menjaga citra POLRI yang professional dan citra Negara kita sebagai Negara Hukum.
Disamping itu KAI juga menghimbau agar pihak POLDA Jogja melakukan pengusutan atas dugaan Intimidasi dengan Tuduhan Makar dan ancaman pembunuhan terhadap Panitia Diskusi Mahasiswa Constitutional Law Society dan Profesor Hukum Tata Negara Nikmatul Huda sebagai calon pemateri dengan judul Diskusi “Meluruskan Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi ditinjau dari sistim Ketatanegaraan”. Dengan Intimidasi tersebut berakibat acara diskusi tersebut menjadi batal. Tindakan Intimidasi tersebut telah merusak aturan Kebebasan Mimbar Akademis yang berlaku di Negara kita.
Keenam:
Mendesak agar Kejaksaan Agung yang sedang menangani Perkara Dugaan korupsi Besar di PT. Asuransi Jiwasraya melakukan penyidikan dengan Profesional, terbuka, dan menindak siapapun yang terlibat dalam Perkara tersebut. Kejaksaan Agung harus berani menolak seandainya ada pihak-pihak yang melakukan Intervensi terhadap penyidikan Perkara Korupsi di PT. Jiwasraya tersebut.*(rn)