Ketua Harian DPP HAPI Menilai SIKM Pemprov DKI Jakarta Diskriminatif

Jakarta, Stigma – Menghadapi ‘New Normal’ di Indonesia, Surat Edaran No. 490/-079 tertanggal 5 Juni 2010 tentang Pengecualian Kepemilikan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) yang diterbitkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta dinilai diskriminatif oleh sebagian kalangan, khususnya profesi Advokat.

Dengan tidak adanya profesi Advokat dalam surat edaran tersebut, sejumlah Advokat menganggap dapat membatasi ruang gerak dalam melaksanakan tugas sebagai bagian dari penegak hukum. Hal itu disampaikan oleh Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (DPP HAPI) Maria Salikin, SH, Senin (08/08/2020).

Menurutnya, dengan adanya surat edaran Pemprov DKI yang tidak menyertakan profesi Advokat,  keberadaan Undang-undang Advokat sebagai bagian Penegak Hukum seakan tidak memiliki pengakuan. Bahkan menurutnya, UU Advokat seperti ‘UU Siluman’ yang hanya dapat dilihat oleh para Advokat di Indonesia saja, tetapi tidak terlihat oleh pemerintah daerah maupun pusat, serta instansi-instansi pemerintah lainnya.

“Harus segera direvisi, karena jelas surat edaran itu sangat timpang dan sangat merugikan kami (Advokat) yang wilayah kerjanya di seluruh Indonesia. Dan DKI Jakarta sebagai pusat administrasi hukum menjadi wilayah yang paling penting untuk aktifitas para Advokat,” kata Maria kepada Stigma.co.id di kantor ‘Maria Salikin Law Firm’ Jl. Aipda KS. Tubun No. 134, Jakarta, Senin siang.

Maria menambahkan, dengan adanya surat edaran itu aktifitas Advokat sangat terganggu dalam menjalankan kewajiban profesinya. Di mana saat panggilan sidang, pendampingan, dan lain-lain tidak akan mendapatkan toleransi waktu. Sehingga hal itu sangat membatasi ruang gerak Advokat. Karena menurut Maria, seharusnya Advokat sebagai Penegak Hukum harus setara dengan penegak hukum lainnya.

“Dalam waktu dekat ini saya sebagai Ketua Harian DPP HAPI akan mendesak Gubernur DKI Jakarta untuk segera merevisi Surat Edaran tersebut untuk mendapatkan perhatian khusus dan pengecualian kepada para Advokat,” imbuh Maria yang juga Wasekjend DPN PERADI SAI itu.

Dalam UU Advokat No. 18 tahun 2003 Pasal 5 sangat jelas, kata Maria, “’Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”. Sehingga Advokat sebagai Penegak Hukum memiliki kedudukan yang setara atau sederajat dengan penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim). Di mana hal itu seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah pada khususnya, dengan memperhatikan pula hak dan kewajiban Advokat untuk melaksanakan tugas dalam mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan,” tegas Maria.*(rn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *